Rabu, 29 Oktober 2014

Naik Motor Pun Mengaji



Oleh Ngainun Naim


Bus yang kutumpangi melaju dengan kecepatan sedang membelah keriuhan jalanan pagi antara Trenggalek—Tulungagung. Kondisi jalanan pada jam pagi memang kian hari kian padat. Sepeda, sepeda motor, mobil, dan bus berpacu ingin saling mendahului. Kompetisi berkendara ini—menurut saya—mencerminkan kompetisi hidup yang sesungguhnya. Mereka (hampir) semuanya berlomba dan berjuang menuju tempat masing-masing demi sebuah asa yang menggantung. Semuanya ingin segera menuju tempat yang dituju, baik tempat kerja atau sekolah.
Beberapa tahun terakhir memang terjadi peningkatan kepadatan jalan raya secara luar biasa. Sepuluh tahun lalu aku bisa sampai di tempat kerja sekitar 40 menit dengan naik sepeda motor. Sekarang sepertinya mustahil sampai di tempat kerja dengan durasi waktu yang sama. Selain semakin banyak traffic light, juga banyaknya kendaraan membuat laju kendaraan terbatasi tingkat kecepatannya.
Sesaat mataku menatap sebuah fenomena ganjil. Saat itu bus melaju pelan dan mendahului sekitar lima sepeda anak-anak sekolah. Di barisan paling akhir kulihat seorang ayah membonceng anaknya yang berpakaian SMA dengan sepeda motor. Sang ayah mengendarai sepeda motornya secara pelan.
Aku perhatikan lagi kedua orang tersebut. Mataku menuju ke seragam anaknya. Ya, SMA. Aku hampir yakin karena melihat warna seragamnya. Aku menemukan fenomena ganjil karena kulihat si anak yang berjilbab itu memegang sebuah kitab kecil; membaca dan kemudian menutup sesaat. Tampaknya si anak tengah menghafalkan isi kitab tersebut.
Kalau tidak salah, kitab kecil yang dipegang itu adalah nadham Alfiyah. Aku yakin karena lebih dari dua puluh tahun lalu pernah mempelajarinya dan kini sudah lupa he he he... Sesaat hatiku bergetar. Aku merasakan bahagia. Di tengah iklim kehidupan modern yang kian canggih, ternyata masih ada yang mau menekuni ilmu agama seperti anak SMA itu.
Mengaji tampaknya semakin ditinggalkan. Anak-anak sekarang lebih menyukai mempelajari ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah umum. Pelajaran agama di madrasah-madrasah sekarang ini menghadapi tantangan yang tidak ringan. Jika tidak kreatif mengelola lembaga keagamaan seperti madrasah diniyah, akan semakin sedikit anak yang mau belajar.
Fenomena pagi itu membuat saya memiliki setitik optimisme.Semoga semakin banyak generasi muda yang semacam itu; menguasai ilmu umum dan juga menguasai ilmu agama secara mendalam. Jika ini terjadi tentu merupakan fenomena indah yang membanggakan.

Hidup semakin indah dengan bersyukur. Salam.
Trenggalek, 23/10/2014

2 komentar:

  1. Iya, Mas, semoga semakin banyak anak-anak di negeri ini yang giat belajar pelajaran sekolahnya, giat pula mengaji, giat pula menghafal al-Qur'an, menghafal hadits, senang puasa senin kamis, banyak-banyak berdzikir.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Akhmad Muhaimin Azzet@ terima kasih banyak atas kesediannya berkunjung dan memberikan komentar. Salam.

      Hapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.