Oleh Ngainun Naim
"Jika Anda istiqamah menulis lima halaman setiap
hari maka sebulan Anda telah menghasilkan satu buku", demikian petuah
bijak seorang penulis produktif di blog pribadinya. Saya mengamini sepenuhnya
nasihat tersebut. Menulis yang dilakukan secara istiqamah memang jauh lebih
memberikan hasil dibandingkan menulis secara tentatif.
Saya pernah membaca biografi Azyumardi Azra yang ternyata
beliau mewajibkan diri menulis setiap hari minimal dua halaman saat menulis
disertasi. Hasilnya bisa kita simak di bukunya yang monumental, Jaringan Ulama.
Profesor muda dari UIN Makassar, Hamdan Juhannis, juga
melakukan hal yang sama. Ada atau tidak ada ide, beliau memaksakan diri menulis
dua halaman sehari. Dan itu memberinya hasil nyata berupa selesainya disertasi
tepat waktu.
Persoalannya, menulis secara istiqamah itu berat. Sungguh
berat. Saya sementara ini yang istiqamah baru nulis status semacam ini. Itupun
kadang juga mengalami jeda. Karena itu, saya mengajak teman-teman untuk menulis
dengan istiqamah sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.
Trenggalek, 1 Juli 2014
B ener banget. Ketika semangt\at menulis menggebu-gebu, tiba-tiba kondisi fisik drop, sampai harus rawat inap. Otomatis kegiatan menulis terhewnti.
BalasHapusSeharusnya, dalam kamar di RSU, banyak ide yang bisa ditulis. Tetapi ketika mencoba menulis, lha kok gemetaran. Ternyata untuk mikir sederhana saja, kondisi fisik tak mampu. Terpakasa kuletakkan kena dan buku.
Setelah sehat, menulis haru memulai dari awal lagi. Membangkitl\kan semangat tak mudah. Untuk sementara biarlah menulis dalam komentar komentar saja. Yang penting menulis, agar ide bisa tetap mengalir.
Istiqomah, rutin, ajeg, dsiplin...... sulit dan sangat sulit. tapi harus dipaksa dan dicoba. Dipakasa agar menghasilkan tulisan, dicoba jangan menyerah. Pemaksaaan kadang menjengkelkan. tapi kalau tidak dipaksa, kapan lagi?
BalasHapusTerima kasih banyak Pak Budi atas perkenan membaca dan komentarnya. Semoga menulis memberikan manfaat buat kita semua.
BalasHapus