Rabu, 15 Januari 2014

Sederhana Itu Mempesona



Oleh Ngainun Naim

Kemuliaan itu selalu menjadi pesona. Ia akan dicari, dikagumi, dihormati, tetapi sulit ditiru. Tetapi bagi yang merasa ’ke-aku-annya’ terganggu, pesona kemuliaan itu akan dikritik, bahkan mungkin saja ditolak. Walaupun sangat mungkin di dalam hatinya ia mengakui hal itu, tetapi ia tidak mau atau tidak mampu menjalankannya. Egonya tidak mau mengakui terhadap sesuatu yang ia tidak mampu menjalankannya. Jadinya, mengkritik sesungguhnya merupakan sarana untuk menutupi ketidakmampuannya untuk meniru kemuliaan itu.
Sederhana itu juga mulia. Hidup sederhana, misalnya. Orang yang hidup sederhana akan terlihat memiliki daya tarik dibandingkan mereka yang bergaya hidup wah. Tetapi hidup sederhana memang lebih mudah diucapkan daripada dijalankan. Banyak orang yang menganjurkan untuk hidup sederhana, tetapi ia sendiri tidak menjalankannya. Karena itu, saya harus meminta maaf jika tulisan saya berbicara tentang sederhana, tetapi menurut Anda saya bergaya hidup tidak sederhana. Sejauh ini, saya merasa masih dalam kategori sederhana. Setidaknya itu perasaan saya. Jika ada yang menilai saya sudah bergaya hidup mewah, mohon saya dimaafkan dan diingatkan.
Mengapa saya menulis tema ini? Tentu ada banyak alasannya. Salah satunya adalah sebagai sarana koreksi diri. Saya ingin hidup saya diliputi dengan sifat-sifat mulia. Salah satunya adalah sifat sederhana. Tetapi saya sadar sepenuhnya, godaannya sangat berat. Persoalannya sebenarnya bukan pada tahu atau tidak tahu, tetapi pada bagaimana sifat-sifat mulia selalu hadir dalam segenap sisi hidup. Inilah yang sangat sulit. Melalui tulisan, saya mengingatkan diri saya agar selalu lekat dengan sifat-sifat mulia, termasuk tetap menjadi manusia dengan segala kesederhanaan yang ada.
Di tengah arus pragmatisme dan hedonisme, ada kerinduan yang besar di kalangan masyarakat terhadap kesederhana. Fenomena Gubernur DKI Jokowi yang banyak menjadi perhatian publik saya kira disebabkan—salah satunya—karena kesederhanaan beliau. Hal yang sama juga terjadi pada Walikota Surabaya, Risma. Berita, tulisan, artikel, dan opini mengenai mereka berdua sebagian besar berkaitan dengan kesederhanaannya. Jadi, sederhana itu mempesona. Karena itu, hidup sederhana seyogyanya dikampanyekan dalam perilaku, bukan sekadar retorika.
Tulungagung, 13 Januari 2014
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.