Selasa, 21 Januari 2014

Menjadi Penulis Jangan Mudah Menyerah



Oleh Ngainun Naim

Semenjak berusaha menulis dan menyebarkan gagasan di media sosial, ada beberapa teman yang tersemangati untuk menulis. Bagi saya, ini merupakan berkah yang luar biasa. Artinya, hal sederhana yang saya lakukan ada yang meresponnya. Keinginan menulis itu merupakan sebuah potensi besar yang harus diapresiasi. Tinggal langkah selanjutnya, yaitu bagaimana menindaklanjuti keinginan tersebut dalam aksi nyata.
Tetapi sejauh yang saya cermati, banyak yang ingin bisa menulis, tetapi terhenti sebatas sebagai keinginan belaka. Sementara bukti tulisan itu sendiri tidak pernah terwujud. Jadinya, mereka yang ingin menulis tersebut hanya menjadi ’calon penulis’, dan tidak pernah menjadi penulis yang sesungguhnya.
Kunci penting menulis itu—salah satunya—adalah tidak mudah menyerah. Jika mudah menyerah, tentu tidak akan menjadi penulis yang berhasil. Penulis yang berhasil semuanya memiliki mentalitas tahan banting. Berbagai hambatan dan tantangan yang dihadapi dapat diatasi dengan baik. Hambatan itu bentuknya bermacam-macam. Bisa persoalan teknis menulis, bisa juga persoalan lain.
Ada beberapa persoalan yang dihadapi oleh teman-teman yang memiliki keinginan menulis yang saya temukan. Pertama, ingin menulis, tetapi tidak tahu bagaimana memulainya. Hasrat untuk menulis hanya sebatas hasrat. Giliran mulai mewujudkannya, semuanya seolah ’gelap’. Sebenarnya ada bayangan indah manakala tulisan selesai, apalagi kemudian terbit dan disebarluaskan secara luas, tetapi menuju hal tersebut rasanya berat sekali.
Kedua, mulai menulis tetapi baru beberapa kata berhenti. Semuanya seolah buntu. Tidak ada lagi kata-kata yang dapat diperas dari otak. Padahal, sebelum memulai, bayangan terhadap apa yang akan ditulis begitu jelas. Tetapi begitu dituangkan di kertas atau dikomputer, semuanya tiba-tiba seolah habis entah ke mana.
Ketiga, sebenarnya bisa menulis dan mampu menghasilkan sebuah karya tulis yang baik, tetapi tidak memiliki semangat yang stabil. Kalau sedang bersemangat, tulisan memang mampu diselesaikan. Tetapi saat sedang tidak bersemangat, tidak ada hasrat menulis sama sekali. Penulis yang baik tidak harus bergantung pada kondisi emosi. Saat sedang mood dia akan menulis. Tetapi saat sedang kurang bergairah, ia akan mengkondisikan dirinya menjadi orang yang bergairah untuk menulis.
Keempat, hampir sama dengan yang ketiga, yakni putus asa karena merasa karyanya tidak dihargai. Ada seorang teman yang mengirim pesan kalau dia akan berhenti menulis karena tidak ada penerbit yang tertarik terhadap karyanya. Saat saya tanya berapa kali dia ditolak, dia menjawab dua kali. Saya meyakinkan dia bahwa itu jumlah yang terlalu kecil untuk putus asa. Banyak penulis yang naskahnya ditolak puluhan kali, tetapi karena tidak putus asa, naskahnya akhirnya bisa diterima dan sukses.
Menulis memang tidak mudah. Jika ada yang bilang menulis itu mudah, saya kurang setuju. Memang ada kalanya mudah, namun tidak jarang juga sulit dan penuh perjuangan. Justru karena harus berjuang itulah menulis memiliki seni tersendiri. Jadi, jika ingin sukses menulis jangan mudah menyerah. Mari terus berjuang untuk menghasilkan karya. Salam!
Trenggalek, 18 Januari 2014
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.