Jumat, 29 November 2013

Ingin Sukses Kuliah? Kuasai Keterampilan Menulis



Oleh Ngainun Naim

Menulis merupakan salah tema yang sering ditanyakan saat saya mengisi berbagai acara, termasuk oleh para mahasiswa di kampus tempat saya mengajar. Mereka umumnya mengeluhkan sulitnya menulis, bagaimana membangun spirit menulis, kapan mulai menulis, dan sebagainya. Pertanyaan, keluhan, dan juga harapan yang berkaitan dengan dunia menulis sesungguhnya merupakan sebuah modal besar yang harus dirawat. Maksudnya, kemauan mereka berbicara mengenai menulis sesungguhnya merupakan titik awal dari keinginan untuk bisa menulis.
Keterampilan menulis idealnya memang harus dikuasai dengan baik oleh mahasiswa. Menguasai keterampilan menulis merupakan salah satu kunci sukses studi. Tentu saja, ada juga kunci sukses yang lainnya. Tetapi dibandingkan dengan kunci sukses studi yang lainnya, keterampilan menulis membutuhkan proses yang panjang dan keseriusan melatihnya.
Mengapa menulis menjadi salah satu kunci sukses studi? Ada banyak alasannya. Pertama, kuliah—baik di level S1, S2, atau S3—mengharuskan mahasiswa untuk membuat makalah atau paper. Bisa Anda bayangkan bagaimana repotnya mengikuti perkuliahan jika keterampilan menulis tidak dikuasai secara baik. Bisa jadi kuliah akan membuatnya tersiksa. Setiap ada tugas membuat makalah, ia akan mengalami siksaan psikologis yang hebat karena beratnya beban yang harus ditanggung. Sebagai akibatnya, makalah yang dibuat juga tidak akan bagus. Tulisan yang dibuat dalam kondisi tertekan—apa pun bentuk tekanannya—biasanya kurang optimal. Memang harus juga diakui banyak juga orang yang telah terlatih secara baik untuk bisa menulis dalam kondisi tertekan, khususnya tekanan waktu. Tetapi orang yang semacam ini biasanya adalah penulis yang sudah ahli, atau paling tidak, ia merupakan penulis yang bisa menikmati kondisi tertekan semacam ini.
Jika saja seorang mahasiswa memiliki ”mentalitas proses”, maka ia akan tetap berusaha untuk menulis berdasarkan kemampuannya. Segala cara akan ditempuh asalkan tugasnya selesai. Menulis akan dijalani sebagai bagian dari proses belajar. Ia akan tetap menulis berdasarkan kemampuannya sendiri. Mahasiswa semacam ini ia akan merasakan kelegaan yang luar biasa begitu tugas menulisnya selesai.
Tetapi tidak semua mahasiswa memiliki ”mentalitas proses”. Banyak yang menempuh jalan pintas. Misalnya meminta bantuan orang lain untuk membuat tugas makalah atau membuat makalah dengan mengunduhnya dari internet tanpa editing yang memadai. Plagiasi semacam ini cukup sering terjadi. Saya mencermati ada begitu banyak tulisan di Kompasiana yang menyoroti tentang persoalan ini.
Kedua, kuliah akan diakhiri dengan tugas riset yang kemudian ditulis. Di tingkat S1 disebut skripsi, S2 disebut tesis, dan S3 disebut disertasi. Tugas akhir ini mengharuskan penguasaan keterampilan menulis yang jauh lebih serius dan mendalam dibandingkan dengan tugas makalah. Menguasai keterampilan menulis akan mengantarkan mahasiswa untuk lulus kuliah tepat waktu, atau bahkan lebih cepat dari jadwal waktu standar. Berbagai informasi tentang mahasiswa yang studinya selesai dengan cepat menunjukkan bahwa pada umumnya mereka didukung oleh keterampilan menulis yang baik.
Kuliah sesungguhnya bukan pekerjaan yang ringan. Banyak yang gagal di tengah jalan. Tetapi yang justru mengenaskan adalah gagal di ujung akhir perkuliahan. Tugas akhir berupa penelitian dan menulis laporan penelitian biasanya menjadi persoalan serius yang tidak mudah untuk diurai. Pada titik inilah, keterampilan menulis menjadi kunci penting yang seyogyanya dikuasai secara baik.
Trenggalek—Tulungagung, 29-11-2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.