Rabu, 16 Oktober 2013

Nikmatnya Menulis di Pagi Hari



Nikmatnya Menulis di Pagi Hari
Oleh Ngainun Naim

Setiap penulis memiliki waktu produktif untuk menulis. Ada yang menulis saat malam sunyi, ada yang produktif di pagi hari, di sore hari, petang, dan ada yang produktif di banyak kesempatan. Penulis yang memiliki hasrat menulis yang kuat tentu akan memanfaatkan waktu produktifnya untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat luas.
Menyimak para penulis super produktif di Kompasiana yang memiliki artikel di atas seribu buah, saya nyaris yakin bahwa mereka memiliki waktu produktif yang tidak terbatasi oleh ukuran waktu. Mereka tampaknya bisa menulis kapan saja ada kesempatan. Begitu juga dengan ide apa saja bisa ditulis begitu lincahnya, mulai hal sederhana hingga hal rumit-filosofis. Saya sulit membayangkan bisa menulis sekitar 4 sampai 5 artikel dalam sehari. Energi menulis mereka harus saya apresiasi tinggi. Semangat menulis mereka benar-benar membuat saya malu sebab sehari menulis satu artikel saja buat saya merupakan sebuah perjuangan yang tidak ringan.
Berbeda dengan para penulis super produktif tersebut, saya memiliki waktu istimewa untuk menulis, yaitu pagi hari setelah bangun tidur. Saat semacam ini, kondisi fisik masih terasa segar. Otak rasanya juga begitu encer untuk diajak menggali ide lalu menuangkannya dalam deretan kata-kata. Sayangnya, waktu pagi hari ini cukup terbatas. Kadang satu jam, kadang dua jam, kadang bahkan hanya lima belas menit, tergantung kondisi. Setelah menulis, saya harus segera bersiap untuk berangkat ke kantor yang harus ditempuh dengan naik bis.
Karena itu, kesempatan yang tersedia selalu saya manfaatkan sebaik mungkin. Memang harus jujur saya katakan bahwa saya tidak selalu berhasil melakukannya. Mungkin karena saya bangun kesiangan sehingga waktu yang ada menjadi sangat terbatas. Mungkin juga karena ada sebab lain sehingga waktu istimewa ini berlalu begitu saja.
Tentang waktu menulis di pagi hari ini mengingatkan saya kepada banyak orang yang melakukan hal yang sama. Pada bulan Juli 2007, saya hadir di sebuah acara Temu Riset di Mataram. Kebetulan saya berkenalan dengan seorang dosen IAIN Raden Intan Lampung. Namanya Dr. Achlami, M.Ag. Sekarang beliau sudah menjadi guru besar. Saat berbincang santai, beliau bercerita bagaimana beliau menulis disertasi. ”Setiap selesai salat tahajud, sekitar jam 3 pagi, saya mulai menulis. Subuh istirahat untuk salat jamaah, lalu saya lanjutkan lagi setelah salat sampai jam setengah 6. Hal ini saya lakukan rutin setiap hari. Alhamdulillah, disertasi dapat saya tulis tidak sampai setahun. Tetapi data-data dan referensinya sudah tersedia. Jadi menulisnya itu setiap pagi”, kata beliau.
Intelektual lain yang memiliki tradisi menulis setiap pagi adalah Prof. Dr. Azyumardi Azra. Setiap pagi beliau menulis satu artikel untuk media massa. Di luar itu, setiap ada kesempatan beliau menggunakannya untuk membaca dan menulis. Wajar jika tulisan beliau sangat banyak. Buku-bukunya juga terus bermunculan seolah tanpa jeda.
Kapan pun ada waktu dan kesempatan, menulis seyogyanya memang harus dilakukan. Persoalan siapa yang membaca tulisan kita adalah persoalan. Jadi, marilah menulis agar memberikan banyak manfaat buat diri dan sesama. Amin.

Tulungagung, 16 Oktober 2013
Ngainun Naim

3 komentar:

  1. msh terasa begitu sulit untuk istiqomah, tetapi akan terus mencoba dan mencoba

    BalasHapus
  2. Saya baru membacanya di tahun 2020 prof....

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.