Selasa, 15 Oktober 2013

Menulis Itu Soal Hidup dan Keberanian



Menulis Itu Soal Hidup dan Keberanian
Oleh Ngainun Naim

Tulisan saya dua hari lalu, Jika Satu Halamanpun Tidak Kita Tulis, Bagaimana Bisa Maju?, mendapatkan beberapa tanggapan dari teman-teman pembaca, khususnya saat saya sebarkan di blog pribadi dan FB. Adanya tanggapan tersebut menggembirakan saya karena menunjukkan bahwa tulisan tersebut ternyata ada yang membaca. Beberapa di antaranya menyampaikan bahwa tulisan saya memberikan motivasi kepada mereka untuk semakin giat menulis.
Namun ada satu tanggapan yang menurut saya penting untuk dicermati dari seorang teman pembaca, yaitu tentang sulitnya menyisihkan waktu untuk menulis. Kesibukan sehari-hari yang bejibun menjadikan keinginan menulis sebatas sebagai keinginan. Saya membaca secara tersirat sesungguhnya kawan tersebut memiliki keinginan untuk menulis, tetapi sulit baginya untuk menyisihkan waktu buat menulis.
Soal waktu. Ya, soal kesibukan yang biasanya selalu menjadi alasan untuk menulis. Memang, jika kita cermati, kesibukan kita kian hari biasanya bukan kian berkurang melainkan kian meningkat tajam. Waktu seolah habis untuk beraktivitas dan tidak menyisakan sedikit pun kesempatan untuk menulis.
Benarkah? Soal waktu untuk menulis ini mengingatkan saya kepada tulisan Edy Zaqeus dalam bukunya yang monumental, Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller, Cet. III (Jakarta: Fivestar, 2008). Pada buku tersebut, Edy membagi orang sibuk menjadi beberapa tipe. Pertama, tipe orang-orang yang sibuk total. Mereka ini hampir mustahil mengalokasikan waktu memadai untuk beraktivitas di luar urusan keseharian mereka.
Kedua, tipe orang yang sibuk, tetapi masih punya sedikit waktu luang, yang biasanya dihabiskan untuk rekreasi bersama keluarga atau menjalankan hobinya.
Ketiga, tipe orang sibuk yang masih punya sedikit waktu luang, namun belum dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan produktif.
Mereka yang termasuk kategori ketiga ini yang memiliki peluang untuk menulis. Karena itu, kata Edy, ”kita harus mampu menjadikan segala medan, waktu, dan orang sebagai stimulatir proses kreatif. Yang dibutuhkan kemudian adalah menetapkan waktu-waktu khusus, katakanlah 1-2 jam setiap harinya, untuk fokus menyusun bahan dan menuliskannya”.
Secara sederhana sesungguhnya persoalan manajemen waktu. Atau dalam bahasa Sindhunata, menulis itu soal hidup dan keberanian. Jika kita menjadikan menulis sebagai bagian tidak terpisah dari hidup kita, maka kita akan berani melakukan langkah inovatif untuk melakukannya. Jadi tidak ada alasan untuk tidak memiliki waktu.
Trenggalek, 15 Oktober 2013
Ngainun Naim


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.