Kamis, 03 Oktober 2013

Membaca, Mencatat, dan Menulis



Oleh Ngainun Naim

Pertanyaan yang sering diajukan mahasiswa kepada saya ada dua, yaitu bagaimana mencintai kegiatan membaca dan bagaimana mengingat poin-poin penting dari buku yang telah kita baca. Tentu saja, ada juga beberapa pertanyaan lain yang berkaitan dengan membaca, tetapi kedua pertanyaan tersebut termasuk sering saya terima.
Pertanyaan tentang membaca selalu membuat saya senang. Sebabnya sederhana, jika ada mahasiswa yang bertanya tentang membaca berarti dia memiliki minat untuk melakukannya. Persoalan apakah dia sudah membaca atau belum, itu persoalan yang lain. Paling tidak, pertanyaan yang diajukan menjadi modal awal untuk melakukan aktivitas membaca.
Saya biasanya menjawab pertanyaan tentang bagaimana memulai aktivitas membaca itu dengan menumbuhkan rasa cinta terhadap buku. Ya, pertama-tama memang harus ditumbuhkan rasa mencintai terhadap buku. Caranya bermacam-macam. Setiap orang memiliki metode tersendiri tentang bagaimana cara menumbuhkan rasa cinta ini.
Kadang saya menyarankan agak ekstrim. Misalnya saya akan mengatakan, ”Suka atau tidak suka, bacalah! Lakukan terus setiap ada kesempatan. Lama-lama Anda akan menyukai membaca”. Prinsipnya adalah dengan dipaksa. Awalnya memang pemaksaan, tetapi lama-lama akan menyukai. Orang Jawa bilang, ”witing tresno jalaran soko kulino”= benih cinta itu tumbuh karena terbiasa. Jadi, karena hari-harinya dekat dengan buku maka lama-lama akan mencintai terhadap buku.
Pengalaman mencintai buku antara satu orang dengan orang yang lainnya berbeda-beda. Tetapi secara prinsip, mencintai buku akan lebih efektif jika dilakukan sejak dini. Tetapi jika kesadaran itu baru tumbuh ketika dewasa, tentu tidak ada kata terlambat.
Mencatat
Saya termasuk orang yang cepat lupa, termasuk terhadap isi sebuah buku yang pernah saya baca. Indikasinya mudah saja, yaitu saya tidak bisa mengingat secara baik terhadap isi sebuah buku yang sudah pernah saya baca. Entahlah, kadang tidak ada sama sekali yang saya ingat. Karena itu, pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana mengingat isi sebuah buku sesungguhnya tidak mudah untuk saya jawab. Bagaimana mungkin saya bercerita tentang cara mengingat sementara saya sendiri tidak memiliki ingatan yang bagus?
Memang hal yang dilematis. Tidak menjawab sama sekali jelas bukan sebuah sikap yang bijaksana. Jika ini saya lakukan, mereka akan kecewa dan tidak memiliki semangat lagi untuk membaca.
Tetapi saya memiliki satu metode mengingat yang—sejauh pengalaman—cukup efektif. Metode ini saya peroleh dari beberapa orang guru saya. Salah satunya adalah dari Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag. Inti metode ini adalah mencatat dalam bentuk resume.
Secara aplikatif, metode ini dimulai dengan membaca buku sebagaimana biasa. Saat menemukan bagian-bagian yang dirasa penting, bagian tersebut ditandai (jika buku milik sendiri) atau langsung dicatat di buku tulis atau komputer. Dengan demikian, saat sebuah buku tamat dibaca, saya sudah mendapatkan banyak catatan penting. Catatan ini saya baca ulang untuk membangun pemahaman secara lebih komprehensif. Suatu saat jika membutuhkan saya tidak perlu untuk mencari buku aslinya (kecuali memang ada info yang belum tercatat). Saya cukup melihat isinya dari buku atau file catatan saya.
Berikut ini contoh resume yang saya buat:
Mujamil Qomar, Fajar Baru Islam Indonesia?: Kajian Komprehensif atas Arah Sejarah dan Dinamika Intelektual Islam Nusantara (Bandung: Mizan, 2012)

Ø Buku ini berangkat dari sebuah inspirasi untuk memberikan spirit untuk memajukan umat Islam dan peradabannya (h. vii).
Ø Kemajemukan masyarakat Indonesia dapat berpotensi membantu bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang bersama. Kemajemukan itu merupakan kekuatan bangsa kita. Kemajuan bangsa ini harus diperkuat dengan kemampuan mengelola pluralisme (h. 21).

Bahan Menulis
Catatan atas bacaan yang saya buat ternyata memiliki banyak manfaat, khususnya ketika menulis. Saya telah menulis beberapa buku. Juga sering menulis untuk jurnal. Model tulisan ilmiah semacam ini mengharuskan saya untuk banyak membaca buku sebagai referensi. Pada saat mencari referensi ini, saya sangat terbantu dengan catatan atas bacaan yang saya buat. Catatan yang saya buat menjadikan saya tidak perlu untuk membaca semua bahan referensi dari awal. Saya cukup melihat catatan yang sudah saya buat.
Catatan-catatan ini membuat saya bisa bekerja lebih efektif. Kalaupun masih harus merujuk referensi, jumlahnya sudah terkurangi dari bahan yang sudah saya buat.
Catatan itu sekaligus menjawab terhadap pertanyaan tentang bagaimana agar kita mengingat isi sebuah buku yang sudah kita baca. Sebuah pepatah mengatakan, ”Ingatan lupa, maka catatan akan ingat”. Sejalan dengan pepatah ini maka saya dapat nyatakan bahwa karena memiliki catatan maka saya lebih banyak ingat terhadap isi buku yang pernah saya baca.
Salam Persahabatan!
Tulungagung, 2-3 Oktober 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.