MENELADANI SPIRIT KEPENULISAN
LAURA INGALLS
Oleh
Ngainun Naim
Penulis dan Dosen STAIN Tulungagung
Kesuksesan tidak datang
begitu saja dalam waktu sekejap. Untuk meraih kesuksesan, dibutuhkan kerja
keras, ketabahan, tahan banting, dan segenap nilai-nilai
perjuangan lainnya. Dengan segenap prasyarat
tersebut, keberhasilan akan lebih memiliki makna dan daya tahan lebih lama
daripada kesuksesan dari hasil warisan.
Tampaknya, keberhasilan lewat
"jalan asketis" semacam ini kian asing dan mulai ditinggalkan. Kuatnya
arus pragmatisme dan mentalitas jalan pintas menjadikan orang lebih memilih
“potong kompas” untuk meraih kesuksesan. Jalan normal dan kompetitif-objektif
dinilai terlalu lamban dalam merengkuh sebuah tujuan.
Jika sekarang Indonesia
menjadi negara dengan tingkat korupsi tinggi, sesungguhnya bukan merupakan hal
yang aneh. Ada cukup banyak faktor yang kondusif dalam menyemai kian tumbuh
suburnya korupsi. Salah satunya adalah desakan kuat arus pragmatisme.
Merubah realitas pragmatisme
tentu bukan hal mudah. Bukannya pesimis, tetapi inilah realitas yang tengah
menjadi arus dominan. Aspek paling logis yang dapat dilakukan adalah menawarkan
perspektif alternatif untuk membangun keseimbangan agar pragmatisme tidak
menjadi paradigma dominan yang menjadi titik orientasi semua orang. Salah satu
langkah yang dapat dilakukan adalah dengan belajar sejarah orang yang layak
untuk diteladani.
Dunia menulis sarat dengan
tokoh-tokoh besar yang tidak terjebak dengan pragmatisme. Para penulis memang
memiliki orientasi yang berbeda-beda. Tetapi penulis yang berorientasi
semata-mata demi kepentingan pragmatis akan kehilangan ruh dan spirit dasar
kepenulisan. Tulisan yang dihasilkan akan terasa kering, hambar, dan minim
refleksi. Orientasinya memang bukan pada bagaimana tulisan tersebut mampu
mencerahkan pembacanya, tetapi lebih pada bagaimana tulisan segera selesai dan
setelah itu mendapatkan bayaran dari tulisan yang dihasilkannya.
Laura Ingalls adalah contoh
penting yang layak untuk diteladani. Jejak hidupnya mengajarkan tentang
bagaimana kebajikan menjadi landasan dasar kehidupannya, pentingnya moralitas
kompetitif dan segenap nilai-nilai hidup yang mulai termarginalkan. Ia adalah prototipe figur yang layak untuk
diteladani. Hidupnya penuh dengan dinamika dan liku-liku. Kesengsaraan,
ketegaran, kesenangan, kesedihan, beratnya perjuangan, dan keberhasilan menjadi
bagian tidak terpisah dari kehidupannya.
Perjalanan kehidupan Laura dan keluarganya sarat dengan dinamika dan kegetiran. Ia dibesarkan dalam keluarga sederhana
yang akrab dengan kesengsaraan. Demi membangun masa depan dan kehidupan yang
lebih menjanjikan, orang tuanya harus berkali-kali pindah tempat tinggal. Tidak
kurang dari 8 kali Laura ikut dalam ritual pindah tempat tinggal bersama
keluarganya.
Dalam beberapa kali kepindahan
demi menyongsong masa depan yang lebih menjanjikan, kesuraman dan kegagalan
yang justru harus sering mereka rasakan. Ketika mereka tinggal di Kansas
misalnya, mereka menanam gandum sebagai satu-satunya penyangga perekonomian.
Hari demi hari mereka jalani dengan penuh harapan akan datangnya masa panen.
Namun harapan tersebut harus berhenti sebatas harapan dan berubah menjadi asa.
Masa panen yang dinantikan sirna karena tanaman gandum mereka diserang jutaan
belalang. Dengan tragis Laura melukiskan bagaimana belalang-belalang tersebut
memupus harapan keluarganya. “Mereka mendarat di ladang dan mulai memakan
segala yang tampak. Mereka mengganyang pohon, bunga dan kebun sayuran. Dan yang
paling buruk dari semua itu, mereka memakan panenan gandum. Tatkala
belalang-belalang itu pergi setelah meletakkan teluru-telur mereka, ladang
gandum itu telah hancur”.
Kegagalan ini menorehkan luka
yang cukup mendalam. Maka tidak ada pilihan lain bagi keluarga besar Ingalls
selain harus pindah kembali. Begitulah, berpindah tempat tinggal menjadi ritual
rutin yang harus mereka jalani.
Kesengsaraan dan penderitaan
hidup yang sedemikian berat tidak menghalangi niat Laura dalam merintis karier.
Sejak usia sangat muda (13 tahun), ia telah mempersiapkan diri untuk menjadi
seorang guru. Berbagai latihan dan pendidikan sedapat mungkin ia ikuti.
Walaupun kondisi dunia pendidikan saat itu masih jauh dari ideal, tetapi
keinginan maju yang menggebu-nggebu telah memberi spirit menyala dalam diri
wanita muda ini untuk merintis karier. Jika kemudian Laura menjadi seorang guru
yang cukup disegani sepanjang hayatnya, semua itu tidak lepas dari tumpuan
hidup dan perencanaan karier yang dilakukannya sejak usia muda.
Selain kerasnya perjuangan
hidup, ada sisi menarik lain dalam diri Laura Ingalls Wilder, yaitu berkaitan dengan dunia menulis. Karier kepenulisan Laura terbilang
cukup unik. Berbeda dengan para penulis lain yang mulai menjelajahi dunia
“menjahit ide” semenjak muda, dunia kepenulisan baru dia tekuni saat usianya
sudah menginjak 44 tahun. Namun semangatnya sangat besar. Dia tetap tekun
menulis dan terus berkarya. Dan buku pertamanya baru terbit ketika usianya
lebih dari 65 tahun.
Wanita luar biasa ini
akhirnya memetik buah kerja kerasnya ketika sudah berusia senja. Jika
ditelisik, keberhasilan ini merupakan buah dari kerja kerasnya yang panjang dan
melelahkan.
Laura Ingalls Wilder memang
hidup dalam konteks ruang dan waktu yang berbeda dengan kita sekarang ini.
Namun pesan-pesan yang termaktub dalam buku ini memiliki tingkat aktualitas dan
signifikansi yang abadi. Dalam salah satu karyanya dia menegaskan bahwa
perubahan merupakan kenyataan yang tidak mungkin untuk dihindari. Namun dia
menegaskan tentang pentingnya nilai-nilai moralitas yang dinilainya akan selalu
aktual, seperti menjadi orang jujur dan dapat dipercaya; mempergunakan
sebaik-baiknya apa yang kita punyai; berbabahagia dengan kesenangan sederhana
serta tetap bergembira dan teguh ketika terjadi hal yang tidak menyenangkan.
Sketsa hidup seorang guru
yang juga penulis ini menarik untuk dibaca, dijadikan teladan, dan direfleksikan secara luas bagi kalangan muda karena memberikan deskripsi
tentang bagaimana menjalani hidup secara terencana. Betapa hidup memang penuh warna dan tantangan. Ketegaran dan kerja keras
akan mampu menundukkan segala rintangan yang menghadang. Laura Ingalls Wilder
adalah contoh yang layak untuk diteladani.
Kapan bisa mengikuti jejak menulis njenengan prof nggeh
BalasHapusTerima kasih berkenan membaca. Ini tulisan tahun 2013.
HapusMasya Allah. Tulisan Prof. Ngainun sungguh mencerahkan & menginspirasi. Terima kasih. (Abdisita)
BalasHapusTerima kasih Bu. Ini tulisan lama. Tahun 2013.
Hapus