Minggu, 09 Juni 2013

KESADARAN EKOLOGIS


                                                        Bagian Kedua
Oleh Ngainun Naim

Ketiga, satu siswa satu pohon. Kurikulum semata belum cukup untuk membangun kesadaran ekologis para siswa. Dibutuhkan aksi konkret untuk mendukung persemaian pemahaman akan signifikansi lingkungan ini. Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Misalnya, satu siswa baru yang masuk ke sebuah sekolah diwajibkan untuk membawa dan menanam satu pohon. Coba bayangkan, kalau dalam satu sekolah ada 500 siswa baru, berarti ada 500 pohon ditanam. Tentu jumlahnya akan spektakuler jika semua sekolah se-Indonesia setiap siswanya diwajibkan untuk menanam satu pohon.
Keempat, ekstra kurikuler. Kecintaan terhadap lingkungan seyogyanya diberikan wadah secara konkret di semua sekolah. Sebagaimana kegiatan ekstra kurikuler yang lainnya, kegiatan untuk mewadahi terhadap kecintaan ekologis dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mengeksplorasi dan menggali secara luas setiap bakat dan potensi yang mereka miliki dalam kaitannya dengan lingkungan. Mereka bisa menganalisis bersama-sama apa saja dampak dari penggundulan hutan, bagaimana langkah-langkah penanganannya, bagaimana berkampanye kepada masyarakat dan sebagainya. Tentu saja, kegiatan ekstra kurikuler semacam ini juga harus ditangani secara serius.
Kelima, satu pasangan lima pohon. Sebagian besar masyarakat belum memiliki kesadaran akan makna penting lingkungan asri dan hijau. Cara berpikir serba instan dan pragmatis menjadikan masyarakat lebih menyukai hasil dalam jangka pendek dengan mengabaikan proses mencapainya dan akibatnya dalam jangka panjang. Penggundulan hutan secara liar yang terus menerus dilakukan sampai sekarang merupakan bukti konkret betapa para pelakunya mewakili cara pandang instan dan pragmatis. Dalam jangka pendek, mereka mendapatkan kayu yang dibutuhkan. Mereka tidak berpikir bahwa dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi sebuah pohon untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu, pasca penebangan, akan begitu banyak dampak negatif yang dirasakan.
Dalam kerangka semacam ini, jika pemerintah membuat kebijakan sederhana misalnya, setiap pasangan yang menikah diwajibkan untuk menanam 5 pohon saja, tentu akan membawa dampak yang bisa dikatakan revolusioner. Jumlah orang yang menikah dari waktu ke waktu terus meningkat. Kewajiban menanam 5 pohon akan memberikan dampak secara nyata bagi perbaikan lingkungan dalam skala luas.
Kebijakan ini akan semakin kukuh manakala diikuti dengan satu bayi lahir satu pohon. Artinya, bagi orang tua yang memiliki bayi yang baru lahir, untuk mengurus akte kelahiran, dibebankan untuk membawa satu batang pohon. Mungkin kelihatannya aneh dan konservatif, tetapi dalam kerangka kehidupan bumi yang luas dan lebih baik ke depan, kebijakan yang terasa kurang populer pun bukan menjadi sebuah persoalan.
Keenam, fikih lingkungan. Kesadaran akan arti dan makna penting pelestarian lingkungan akan semakin kokoh manakala dilakukan rekonstruksi dan pemaknaan secara lebih serius terhadap fikih lingkungan. Persoalan lingkungan dalam konstruksi keilmuan Islam, khususnya keilmuan di pesantren, jarang menjadi titik perhatian. Dengan membangun keilmuan yang kokoh dalam bidang fikih lingkungan, diharapkan akan memberikan landasan yang lebih kokoh untuk pengembangan selanjutnya.
Bangunan keilmuan ini tidak boleh berhenti semata-mata sebatas sebagai ilmu yang telah berdiri begitu saja. Dibutuhkan langkah-langkah sosialisasi secara sistematis. Dalam kerangka ini, dibutuhkan para pejuang yang gigih untuk menyosialisasikan dan mengenalkan persoalan fikih lingkungan ini kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat pesantren. Usaha ini memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tetapi dalam kerangka kehidupan masa depan yang lebih baik, pihak-pihak yang berkepentingan seyogyanya juga memikirkan terhadap persoalan secara luas.
Ketujuh, sosialisasi literasi. Mungkin kedengaran aneh, tetapi banyak yang tidak menyadari bahwa sosialisasi lewat jalur literasi, yakni tulisan, akan memiliki makna yang sangat dahsyat. Tulisan memang kelihatannya hanya berupa deretan huruf semata, tetapi sesungguhnya tulisan menyimpan kekuatan yang sangat dahsyat. Lewat tulisan, individu, komunitas dan masyarakat luas bisa berubah. Kuatnya kekuatan literer ini dapat dilihat pada masyarakat negara-negara maju. Membangun kesadaran akan makna lingkungan lewat kampanye tertulis harus terus menerus digalakkan dan disosialisasikan secara luas.
Tawaran dalam tulisan ini merupakan ikhtiar penulis untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi terciptanya bumi yang hijau. Kehidupan dan masa depan bumi tergantung kepada kita semua. Oleh karena itu, kontribusi—apa pun bentuknya, baik pikiran, tenaga maupun aksi—harus terus menerus diberikan agar bencana demi bencana dapat diakhiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.