Bagian Kedua
Oleh Ngainun Naim
Ketiga,
satu
siswa satu pohon. Kurikulum semata belum cukup untuk membangun kesadaran
ekologis para siswa. Dibutuhkan aksi konkret untuk mendukung persemaian
pemahaman akan signifikansi lingkungan ini. Ada banyak cara yang dapat
dilakukan. Misalnya, satu siswa baru yang masuk ke sebuah sekolah diwajibkan
untuk membawa dan menanam satu pohon. Coba bayangkan, kalau dalam satu sekolah
ada 500 siswa baru, berarti ada 500 pohon ditanam. Tentu jumlahnya akan
spektakuler jika semua sekolah se-Indonesia setiap siswanya diwajibkan untuk
menanam satu pohon.
Keempat,
ekstra
kurikuler. Kecintaan terhadap lingkungan seyogyanya diberikan wadah secara
konkret di semua sekolah. Sebagaimana kegiatan ekstra kurikuler yang lainnya,
kegiatan untuk mewadahi terhadap kecintaan ekologis dilakukan dengan memberikan
kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mengeksplorasi dan menggali secara
luas setiap bakat dan potensi yang mereka miliki dalam kaitannya dengan lingkungan.
Mereka bisa menganalisis bersama-sama apa saja dampak dari penggundulan hutan,
bagaimana langkah-langkah penanganannya, bagaimana berkampanye kepada
masyarakat dan sebagainya. Tentu saja, kegiatan ekstra kurikuler semacam ini
juga harus ditangani secara serius.
Kelima,
satu
pasangan lima pohon. Sebagian besar masyarakat belum memiliki kesadaran akan
makna penting lingkungan asri dan hijau. Cara berpikir serba instan dan
pragmatis menjadikan masyarakat lebih menyukai hasil dalam jangka pendek dengan
mengabaikan proses mencapainya dan akibatnya dalam jangka panjang. Penggundulan
hutan secara liar yang terus menerus dilakukan sampai sekarang merupakan bukti
konkret betapa para pelakunya mewakili cara pandang instan dan pragmatis. Dalam
jangka pendek, mereka mendapatkan kayu yang dibutuhkan. Mereka tidak berpikir
bahwa dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi sebuah pohon untuk tumbuh dan
berkembang. Selain itu, pasca penebangan, akan begitu banyak dampak negatif
yang dirasakan.
Dalam kerangka semacam ini,
jika pemerintah membuat kebijakan sederhana misalnya, setiap pasangan yang
menikah diwajibkan untuk menanam 5 pohon saja, tentu akan membawa dampak yang
bisa dikatakan revolusioner. Jumlah orang yang menikah dari waktu ke waktu
terus meningkat. Kewajiban menanam 5 pohon akan memberikan dampak secara nyata
bagi perbaikan lingkungan dalam skala luas.
Kebijakan ini akan semakin
kukuh manakala diikuti dengan satu bayi lahir satu pohon. Artinya, bagi orang
tua yang memiliki bayi yang baru lahir, untuk mengurus akte kelahiran,
dibebankan untuk membawa satu batang pohon. Mungkin kelihatannya aneh dan
konservatif, tetapi dalam kerangka kehidupan bumi yang luas dan lebih baik ke
depan, kebijakan yang terasa kurang populer pun bukan menjadi sebuah persoalan.
Keenam,
fikih
lingkungan. Kesadaran akan arti dan makna penting pelestarian lingkungan akan
semakin kokoh manakala dilakukan rekonstruksi dan pemaknaan secara lebih serius
terhadap fikih lingkungan. Persoalan lingkungan dalam konstruksi keilmuan
Islam, khususnya keilmuan di pesantren, jarang menjadi titik perhatian. Dengan
membangun keilmuan yang kokoh dalam bidang fikih lingkungan, diharapkan akan
memberikan landasan yang lebih kokoh untuk pengembangan selanjutnya.
Bangunan keilmuan ini tidak
boleh berhenti semata-mata sebatas sebagai ilmu yang telah berdiri begitu saja.
Dibutuhkan langkah-langkah sosialisasi secara sistematis. Dalam kerangka ini,
dibutuhkan para pejuang yang gigih untuk menyosialisasikan dan mengenalkan
persoalan fikih lingkungan ini kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat
pesantren. Usaha ini memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tetapi dalam
kerangka kehidupan masa depan yang lebih baik, pihak-pihak yang berkepentingan
seyogyanya juga memikirkan terhadap persoalan secara luas.
Ketujuh,
sosialisasi
literasi. Mungkin kedengaran aneh, tetapi banyak yang tidak menyadari bahwa
sosialisasi lewat jalur literasi, yakni tulisan, akan memiliki makna yang
sangat dahsyat. Tulisan memang kelihatannya hanya berupa deretan huruf semata,
tetapi sesungguhnya tulisan menyimpan kekuatan yang sangat dahsyat. Lewat
tulisan, individu, komunitas dan masyarakat luas bisa berubah. Kuatnya kekuatan
literer ini dapat dilihat pada masyarakat negara-negara maju. Membangun
kesadaran akan makna lingkungan lewat kampanye tertulis harus terus menerus
digalakkan dan disosialisasikan secara luas.
Tawaran dalam tulisan ini
merupakan ikhtiar penulis untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi
terciptanya bumi yang hijau. Kehidupan dan masa depan bumi tergantung kepada
kita semua. Oleh karena itu, kontribusi—apa pun bentuknya, baik pikiran, tenaga
maupun aksi—harus terus menerus diberikan agar bencana demi bencana dapat
diakhiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.