Jumat, 10 Mei 2013

MEMBANGUN TRADISI MEMBACA SEJAK DINI [1]


Bagian Pertama
Oleh Ngainun Naim


Saya tidak ingin banyak berdiskusi tentang mengapa harus membaca. Bagi saya, membaca tidak perlu diperdebatkan, tetapi harus dilaksanakan, disosialisasikan, dan dijadikan tradisi yang berurat-berakar pada ranah individu dan sosial. Saya memiliki keyakinan kalau ingin maju, membaca menjadi sarana yang paling efektif.
Perkenalan saya dengan tradisi membaca sesungguhnya berawal dari ketidaksengajaan, atau mungkin ”kecelakaan”. Keluarga saya bukan keluarga yang memiliki banyak bacaan. Saya mulai intensif membaca justru ketika kuliah di bangku S-1, itupun sudah di semester akhir. Jadi, ada jeda yang cukup panjang untuk menyukai membaca.
Beberapa teman menyatakan kalau saya mulai suka membaca sejak bangku MAN. Mungkin ada benarnya, tetapi waktu itu saya menyebutnya baru sebagai ”benih”. Belum ada kegiatan membaca secara rutin dan intensif. Saya hanya kagum dan pengin pinter, tetapi begitu membaca, selalu saja saya merasa jenuh dan mulai malas.
Oleh karena itulah, sebagaimana saya tulis di buku terbaru saya, The Power of Reading, membaca memang sebaiknya disemai sejak dini. Membangun tradisi membaca idealnya dilakukan secara intensif dalam keluarga dan sekolah. Dalam keluarga, seyogyanya anak telah diperkenalkan dengan berbagai macam buku sejak usia dini. Buku-buku tentang petualangan, dongeng atau buku semacam kisah para Nabi dan Rasul bisa membangkitkan imajinasi dan keingintahuan pada diri anak-anak. Tugas orang tua adalah bagaimana membuat lingkungan rumah penuh dengan bahan bacaan. Bahan bacaan yang tersedia dapat merangsang kepada anak untuk membaca.
Agar tradisi membaca kian berkembang, pemerintah seyogyanya mengatur bagaimana bisa menyediakan buku bacaan yang murah. Tumbuhnya minat membaca yang tinggi dan didorong dengan tersedianya bahan bacaan yang bagus dan murah merupakan gerbang pengetahuan yang dapat mengantarkan kepada kehidupan masyarakat yang mencerahkan. Individu yang mencerahkan adalah individu pembelajar, atau meminjam istilah Andrias Harefa, inilah yang dikatakannya sebagai "manusia pembelajar". Manusia pembelajar dalam mencari pengetahuan dan makna hidup, bukan lagi menggantungkan diri kepada lembaga atau institusi pendidikan. Tetapi lebih dari itu, kehidupan yang dilalui dan realitas kehidupan yang dihadapinya merupakan pengalaman yang mengajarkan serta mampu mendewasakannya. Inilah yang dikatakan oleh para ahli pendidikan sekarang dengan belajar di "universitas kehidupan".
Jadi, membaca merupakan suatu hal yang sangat penting dalam memajukan kualitas setiap pribadi. Membaca yang fungsional akan selalu diikuti dengan perubahan mental, sikap, dan pengetahuan pembacanya. Jika tidak ada perubahan, baik cara pandang, sikap atau perilaku, maka seseorang belumlah dapat dikatakan membaca secara fungsional. Sebagaimana dikatakan oleh J.K. Rowling, "Dengan membaca kita mengetahui dunia dan dengan menulis kita mempengaruhinya". Rowling konsisten dengan apa yang diucapkannya. Ia merupakan pembaca buku yang rajin. Selain itu, ia juga penulis yang memiliki pengaruh sangat besar di dunia sekarang ini dengan novel Harry Potter-nya. Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.