Bagian Pertama
Oleh Ngainun Naim
Saya tidak ingin banyak berdiskusi
tentang mengapa harus membaca. Bagi saya, membaca tidak perlu diperdebatkan,
tetapi harus dilaksanakan, disosialisasikan, dan dijadikan tradisi yang
berurat-berakar pada ranah individu dan sosial. Saya memiliki keyakinan kalau
ingin maju, membaca menjadi sarana yang paling efektif.
Perkenalan saya dengan tradisi membaca
sesungguhnya berawal dari ketidaksengajaan, atau mungkin ”kecelakaan”. Keluarga
saya bukan keluarga yang memiliki banyak bacaan. Saya mulai intensif membaca
justru ketika kuliah di bangku S-1, itupun sudah di semester akhir. Jadi, ada
jeda yang cukup panjang untuk menyukai membaca.
Beberapa teman menyatakan kalau saya
mulai suka membaca sejak bangku MAN. Mungkin ada benarnya, tetapi waktu itu
saya menyebutnya baru sebagai ”benih”. Belum ada kegiatan membaca secara rutin
dan intensif. Saya hanya kagum dan pengin pinter, tetapi begitu membaca, selalu
saja saya merasa jenuh dan mulai malas.
Oleh karena itulah, sebagaimana saya
tulis di buku terbaru saya, The Power of
Reading, membaca memang sebaiknya disemai sejak dini. Membangun tradisi membaca idealnya dilakukan secara
intensif dalam keluarga dan sekolah. Dalam keluarga, seyogyanya anak telah
diperkenalkan dengan berbagai macam buku sejak usia dini. Buku-buku tentang
petualangan, dongeng atau buku semacam kisah para Nabi dan Rasul bisa
membangkitkan imajinasi dan keingintahuan pada diri anak-anak. Tugas orang tua
adalah bagaimana membuat lingkungan rumah penuh dengan bahan bacaan. Bahan
bacaan yang tersedia dapat merangsang kepada anak untuk membaca.
Agar tradisi membaca kian berkembang,
pemerintah seyogyanya mengatur bagaimana bisa menyediakan buku bacaan yang
murah. Tumbuhnya minat membaca yang tinggi dan didorong dengan tersedianya
bahan bacaan yang bagus dan murah merupakan gerbang pengetahuan yang dapat
mengantarkan kepada kehidupan masyarakat yang mencerahkan. Individu yang
mencerahkan adalah individu pembelajar, atau meminjam istilah Andrias Harefa,
inilah yang dikatakannya sebagai "manusia pembelajar". Manusia
pembelajar dalam mencari pengetahuan dan makna hidup, bukan lagi menggantungkan
diri kepada lembaga atau institusi pendidikan. Tetapi lebih dari itu, kehidupan
yang dilalui dan realitas kehidupan yang dihadapinya merupakan pengalaman yang
mengajarkan serta mampu mendewasakannya. Inilah yang dikatakan oleh para ahli
pendidikan sekarang dengan belajar di "universitas kehidupan".
Jadi, membaca merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam memajukan kualitas setiap pribadi. Membaca yang fungsional
akan selalu diikuti dengan perubahan mental, sikap, dan pengetahuan
pembacanya. Jika tidak ada perubahan, baik cara pandang, sikap atau perilaku,
maka seseorang belumlah dapat dikatakan membaca secara fungsional. Sebagaimana
dikatakan oleh J.K. Rowling, "Dengan membaca kita mengetahui dunia dan
dengan menulis kita mempengaruhinya". Rowling konsisten dengan apa yang
diucapkannya. Ia merupakan pembaca buku yang rajin. Selain itu, ia juga penulis
yang memiliki pengaruh sangat besar di dunia sekarang ini dengan novel Harry
Potter-nya. Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.