Sebagai orang yang
menikmati dunia menulis, aku selalu dan terus belajar tentang bagaimana menulis
yang baik. Aku sadar sepenuhnya bahwa tulisanku masih harus terus diperbaiki.
Setiap tulisan yang kubuat lalu terbit, entah di FB, blog, koran, atau buku, selalu
saja ada kutemukan beberapa kelemahan.
Untuk itulah, aku kira belajar menjadi pilihan yang paling logis.
Ada banyak cara yang
kulakukan. Membeli
buku tentang menulis adalah salah satunya. Selain
itu, menyimak informasi kepenulisan di koran, majalah, internet, FB, ataupun
dari media yang lainnya. Semua itu kulakukan semata-mata agar tulisanku semakin
baik dan bermutu.
Senin sore
(16/4/2013), aku diskusi tentang dunia literasi di rumah Priyo Pambudi Utomo,
sastrawan Trenggalek yang terkenal dengan kolom ”Sastro Koplak”-nya. Sesaat
setelah aku sampai, datang Bunda Zakyzahra Tuga dan Mas Siwi Sang. Diskusi pun
berlangsung gayeng dan penuh persahabatan. Aku menemukan banyak informasi dan
pengetahuan. Selain, tentu saja, jalinan silaturrahim yang membangun dan
memperkaya jiwa.
Menjelang isya’ aku
pamit duluan karena sehari belum pulang ke rumah, sementara Priyo, Bunda Zaky,
dan Mas Siwi melanjutkan diskusi. Aku tidak tahu sampai jam berapa mereka
menuntaskan diskusi tersebut. Namun demikian, diskusi tersebut memberikan kesan
penting bagiku: dunia literasi membutuhkan perjuangan dan kebesaran jiwa,
penghargaan, penghormatan, pengelolaan emosi, menekan ego, dan kesabaran.
Pulang ke rumah,
setelah mandi dan menemani anak bermain game,
aku mulai membuka laptop. Maunya menyelesaikan tugas teknis kantor yang hari
ini seharusnya memang aku selesaikan, tetapi konsentrasiku macet. Mungkin
karena kecapekan.
Tiba-tiba aku teringat
tentang seorang penulis, Zara Zettira ZR. Nama ini dulu begitu kukagumi saat
duduk di bangku MTs. Saat itu, aku sering membaca Majalah Anita Cemerlang di rumah famili. Orang tua tidak langganan majalah
karena selain karena kurang mengetahui dunia literasi, juga karena kondisi
ekonomi keluarga yang kurang memungkinkan. Tetapi beruntung, aku sempat
menikmati majalah remaja itu karena ada famili yang berlangganan.
Salah seorang penulis
yang kukagumi adalah Zara Zettira ZR. Hampir tiap edisi cerpennya muncul. Aku
membaca ceritanya yang memikat. Memang aku tidak ingat persis cerpen-cerpennya.
Tetapi satu yang kuingat, spirit untuk menjadi penulis seperti Zara Zettira ZR
mulai tersemai dalam diri.
Senin sore itu aku
membuka-buka kliping di lemari yang mulai dipenuhi debu. Kubersihan dan kubaca
daftar isinya. Ternyata di dalamnya ada tulisan tentang Zara yang berjudul ”Zara: Menulis itu Sarana Rekreasi” yang
dimuat Kompas edisi 15 Maret 2009.
Berarti sudah empat tahun yang lalu. Tetapi tidak apa, sebab yang penting
adalah isinya yang bisa memberikan manfaat.
Pembuka tulisan ini
sangat memikat dan berenergi. ”Dunia Zara Zettira ZR adalah dunia imajinasi dan
kata-kata. Sepanjang hayat, ia terus memproduksi kata-kata. Lalu, jadilah
ribuan cerita pendek, belasan novel, dan ratusan episode skenario sinetron”.
Coba Anda simak
kalimat pembuka ini. Bagiku, kalimat tersebut sangat memikat. Aku seperti
diajak masuk ke dunia imajinasi. Dunia yang mampu mengajak setiap orang menuju
kehidupan yang penuh cita. Tetapi kata penting yang menggetarkanku adalah
SEPANJANG HIDUP, IA TERUS MEMPRODUKSI KATA-KATA. Luar biasa. Aku juga ingin
melakukannya, walaupun genre-nya
berbeda. Aku tidak menulis fiksi. Tulisanku adalah tulisan non-fiksi, baik
dalam bentuk artikel ataupun buku.
Dunia menulis yang
ditekuni Zara Zettira ZR, menurutku, cukup unik. Jika Andrea Hirata dalam
novel-novelnya selalu mengusung spirit tentang pentingnya mimpi, karena mimpi
adalah titik pijak untuk meraih cita-cita, tidak demikian dengan Zara. Mimpi
yang tinggi memang dapat menjadi daya dorong bagi seseorang untuk mencapai
kesuksesan. Tetapi tidak semua orang sukses memiliki mimpi. Salah seorang di
antaranya adalah Zara Zettira ZR. Menurut pengakuannya, ia menjalani saja
hidupnya. Paling jauh ia membikin rencana untuk dua hari ke depan. Bahkan
menjadi penulis pun tidak pernah ia cita-citakan. ”It just happens”, katanya. Sewaktu sekolah dasar, ia suka
membuka-buka majalah Femina, lalu
tertarik membaca cerita pendek di dalamnya. Tiba-tiba saja ia ingin menulis.
Jadi, Zara menjadi penulis itu bukan karena cita-cita, tetapi seperti dikatakannya,
”Aku membiarkan hidup menuntunku”.
Saat kelas enam SD, ia
mengikuti lomba cipta cerpen yang diadakan Majalah Anita Cemerlang. Cerpennya yang berjudul Di Langit Masih Ada Kerdip Bintang ternyata menjadi pemenang
pertama. Kemenangan ini menjadi titik pembuka bagi Zara untuk terus memproduksi
kata-kata. Produktivitas Zara mengantarkannya bisa menabung yang kemudian ia
gunakan untuk melancong ke Bali.
Dunia menulis itu
memang unik. Aku berkali-kali berdiskusi mengenai persoalan menulis. Salah satu
topik yang paling sering ditanyakan oleh teman-teman adalah bagaimana supaya
bisa menulis dengan baik. Aku biasanya
memberikan jawaban teoritis atau berdasarkan pengalaman saja. Tentu, jawaban
semacam ini memiliki beberapa kelemahan. Pada titik inilah, aku menemukan
formula Zara bisa memperkaya perspektif mengapa ia bisa menulis sedemikian
produktif. Dikatakan dalam artikel di Kompas
bahwa satu keyakinan Zara, ia bisa menulis dan ia suka. Keyakinan itu
pulalah dulu yang mendorong Zara memutuskan berhenti kuliah dari Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia, yang telah ia lakoni selama empat tahun. Ia
merasa tidak cocok lagi kuliah dan ingin menulis.
Aku menemukan banyak
pelajaran berharga dari Zara mengenai menulis. Menulis, bagi Zara, adalah
hiburan, sarana rekreasi, meditasi, dan harus datang dari hati. Orientasi
menulis Zara ini, bagiku, bertolak belakang dari perspektif mengenai menulis
yang selama ini berkembang. Ketika menulis diposisikan seperti Zara, aku kira
menulis memang asyik dan tidak menjadi beban. Bahkan menulis itu akan dilakukan
dengan penuh kegembiraan. Sebagaimana hiburan, menulis akan membuat orang yang
melakukannya akan selalu diliputi kebahagiaan dan senantiasa merasa senang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.