Ngainun Naim
https://cookpad.com/id/resep/15472560-kelepon-martapura
Mobil melambat lalu berhenti di perempatan karena lampu
lalu lintas berwarna merah. Datuk Rasyid menurunkan kaca. Seorang pedagang
mendekat.
"Sepuluh ribu tiga ya", kata Datuk Rasyid.
Tidak ada tawar-menawar. Datuk Rasyid memberikan uang,
pedagang segera membungkus dagangannya dalam plastik lalu diserahkan.
Lampu menyala hijau. Mobil kembali melaju. Kali ini
tujuannya ke makam Sheikh Arsyad Al-Banjari.
Datuk Rasyid bercerita kalau makanan yang baru dibeli
merupakan makanan khas Sekumpul. Makanan itu dijajakan di pinggir jalan. Juga
di tempat-tempat penjualan tertentu.
"Belum lengkap ke Banjar jika belum mencicipi kelepon", kata
Datuk Rasyid.
Makanan kami bagi. Kawan-kawan mencicipinya. Demikian juga saya. Mirip
dengan kelepon di Jawa. Hanya ukurannya lebih mini.
Kelepon ini memang khas. Semboyannya ”pecah di ilat”. Ketika digigit,
kandungan gula merah akan pecah. Rasanya unik, manis, dan khas.
Belanja pentol kuah di sekitar Kubah
Sekumpul
Sore menjelang shalat ashar dan usai ziarah ke Kubah
Sekumpul, kawan-kawan membeli pentol. Posisi dagangan di pinggir jalan dekat
gerbang mushola Guru Sekumpul. Penjualnya masih muda. Sekira dua puluh lima tahun.
Saya sendiri tidak tahu secara pasti. Maklum, saya tidak mendekat. Hanya
mengamati dari jauh.
Diskusi menu
Ada cerita menarik dari teman-teman. Usut punya usut
ternyata penjual pentol kuah itu dari Bangkalan. Ini menarik. Orang Tulungagung,
beli pentol kuah pedas di Martapura, dan penjualnya orang Bangkalan Madura.
Sebuah relasi yang unik.
Bayangkan, jauh-jauh ke Martapura sekadar beli pentol
kuah. Ketemu penjual yang orang Madura. Namun ini menariknya lagi yaitu kalau
di kampus Tulungagung, beli pentol bisa menurunkan marwah. Masak mau saingan
sama mahasiswa?
BISN Banjarmasin. 16_12_2023
Wah menarik ini rasa klepon dan Pentol kuah. Matur nuwun Prof. Naim
BalasHapusTerima kasih Pak Haji
HapusKalau pingin pentol, bisa titip ke mahasiswanya, Prof...
BalasHapusSiap Bu
Hapus