Sabtu, 10 Oktober 2020

Pancasila, Perubahan, dan Kontekstualisasi

 

Dr. Ngainun Naim

Ketua LP2M IAIN Tulungagung

 


Saya sangat berbahagia ketika seorang mahasiswa perwakilan HMJ HKI IAIN Tulungagung—Mas Agung—mengirimkan pesan WA. Intinya beliau meminta agar saya berpartisipasi dengan memberikan kata pengantar untuk buku antologi dengan judul 74 Tahun Pancasila dalam Kacamata Mahasiswa HKI. Tentu saja saya segera menyanggupinya.

Bagi saya, ikhtiar Mas Agung dan kawan-kawan merupakan ikhtiar kreatif. Dukungan harus saya berikan agar upaya Mas Agung dan kawan-kawan berhasil menerbitkan buku. Terbitnya buku karya mahasiswa merupakan prestasi yang penting untuk dijadikan tradisi. Semakin banyak mahasiswa yang menerbitkan buku semakin bagus bagi tumbuh dan berkembangnya budaya literasi.

Buku karya Mas Agung dan kawan-kawan ini  membahas tentang Pancasila. Sebagaimana umum kita ketahui bersama bahwa posisi Pancasila sudah jelas bagi bangsa Indonesia. Namun demikian kini muncul keresahan terkait semakin memudarnya perhatian masyarakat terhadap Pancasila. Ada cukup banyak indikasinya. Kita memberikan tes untuk menghapal sila-sila Pancasila kepada beberapa anak muda. Saya tidak yakin jika semuanya hafal. Wajar jika Mahfud MD menyatakan jika kini gema Pancasila semakin hari semakin mengendur.[1] Pada titik inilah buku karya Mas Agung dan kawan-kawan penting untuk diapresiasi karena menjadi antithesis tentang mengendurnya perhatian terhadap Pancasila.

Selain semakin menurunnya perhatian, Pancasila kini juga harus berhadapan dengan tantangan semakin berat. Dinamika ideologi yang diusung oleh kelompok Islam radikal dan Islam liberal menjadi ancaman yang serius. Kedua ideologi berusaha meminimalisir dan kemudian menghilangkan Pancasila dari seluruh sistem kehidupan masyarakat Indonesia.[2]

Pancasila memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan kebangsaan. Selain berfungsi sebagai dasar negara dan sebagai pandangan hidup, Pancasila juga memiliki peranan dan fungsi lain. Banyaknya fungsi Pancasila semestinya diimbangi dengan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat tentang Pancasila. Ketika semakin sedikit masyarakat yang mengetahui dan menyadari, apalagi mengaktualisasikan, sesungguhnya hal itu membahayakan bagi kehidupan bangsa ini.

Secara gusar Yudi Latif menulis:

Semangat persaudaraan kebangsaan sejati hancur. Warga berlomba mengkhianati negara dan sesamanya; rasa saling percaya pudar karena sumpah dan keimanan disalahgunakan; hukum dan institusi lumpuh tidak mampu meredam penyalahgunaan kekuasaan; ketamakan dan hasrat meraih kehormatan rendah merajalela. Semuanya berujung pada kegelapan dan kebiadaban: kebaikan dimusuhi, kejahatan diagungkan.[3]

 

Kegelisahan Yudi Latif selayaknya kita jadikan sebagai alarm kebangsaan kita. Realitas menurunnya spirit kebangsaan sesungguhnya membawa banyak dampak negatif. Salah satunya berkaitan dengan kompetisi antar bangsa. Sebagai bangsa kita tidak sendirian. Kita berada di antara bangsa-bangsa lain di dunia ini. Dalam relasi antar bangsa, kompetisi merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan. Hanya bangsa yang unggul saja yang akan menjadi pemenang.

Tentu kita juga berharap sebagai bangsa yang unggul. Bangsa yang menampilkan diri dengan segenap nilai lebih. Sekarang kita belum menjadi bangsa yang unggul. Posisi kita justru semakin terpuruk dari waktu ke waktu. Tantangan demi tantangan semakin dinamis dan kompleks. Jika tidak mampu dijawab, kita akan semakin tertinggal.

Salah satu kunci penting untuk menjadi bangsa yang unggul adalah komitmen dari seluruh komponen bangsa untuk mewujudkan bangsa yang berkeadaban.[4] Komitmen ini penting untuk dipahami dan dijadikan sebagai landasan. Tanpa komitmen, program dan rencana sebagus apa pun tidak akan bisa terwujud.

Pada titik inilah reaktualisasi Pancasila menjadi kebutuhan. Pancasila tidak sekadar diketahui tetapi juga bagaimana agar nilai-nilai Pancasila dapat operasional dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Ikhtiar interpretasi dan kontekstualisasi Pancasila memang harus dilakukan secara terus-menerus karena tidak ada satu pun sistem pemikiran atau ideologi yang tidak diuji oleh sejarah.[5]

Buku karya Mas Agung dan kawan-kawan bisa diposisikan sebagai secercah cahaya harapan. Ya, memang belum menjadi gerakan dalam skala massif, tetapi kehadiran buku ini adalah bukti konkret perhatian terhadap Pancasila. Tentu kita berharap ke depannya perhatian ini semakin luas dengan diikuti oleh kesadaran dan kemauan untuk mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga.

 

Trenggalek, 9-10-2020



[1] Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi (Jakarta: LP3ES, 2007), h. 5.

[2] Said Aqil Siradj dan Mamang Muhammad Haerudin, Berkah Islam Indonesia, Jalan Dakwah Rahmatan Lil’âlamîn (Jakarta: Quanta, 2015), h. 123.

[3] Yudi Latif, Revolusi Pancasila (Bandung: Mizan, 2015), h. 9.

[4] Muammar Arafar Yusmad, Harmoni Hukum Indonesia, Cet. Ke-2 (Makasar: Penerbit Aksara Timur, 2019), h. 5.

[5] Ahmad Ali Nurdin, ”Scholarly Feminist Versus Internet Commentator on Women Issues in Islam”, dalam Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, Volume 1, Nomer 2, Desember 2011, h. 172.

12 komentar:

  1. Mas agung temen satu pondok pak.. tadi beliau di samping saya dan membaca tulisan blog bapak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh ya? Ajak beliau gabung ke grup literasi jika berkenan

      Hapus
  2. Memang betul pak prof. Karena dukungan dan dorongan selalu di butuhkan pak prof..

    BalasHapus
  3. Agama dan Pancasila sudah menjadi sebuah kebutuhan. Thanks pak.

    BalasHapus
  4. Trimakasih pak, memotifasi saya semoga bisa menerbitkan buku seperti mas agung,..

    BalasHapus
  5. Pemikiran seperti ini harus senantiasa kita dukung, terima kasih buat mas Agung dkk dan juga untuk yang menulis kata pengantar, Salam Literasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Bu. Kumpulan tulisan Panjengan di blog sudah selayaknya diterbitkan menjadi buku.

      Hapus
  6. Semoga semuanya bisa terlaksana dengan baik. Agama dilaksanakan, Pancasila diterapkan dalam kehidupan

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.